Hikman Sirait, M.Th.

Berdasarkan penjelasan tersebut tidaklah heran jika Paulus memberikan yang terbaik dalam setiap pelayanannya, Paulus memberikan seluruh jiwa raganya, Paulus memberikan seluruh hidupnya bagi kemuliaan Tuhan Yesus Kristus. Sekali lagi, Paulus menyadari bahwa dirinya telah ditebus dan menjadi kepunyaan Tuhan Yesus Kristus, sehingga Paulus tidak menuntut dan tidak mencari penghormatan atau nama besar. Segala penghormatan, nama besar, kemuliaan, kemuliaan, keagungan, kemasyuran, dan lain-lain harus dikembalikan kepada Tuhan Yesus Kristus.

Inilah ketaklukan dan ketaatan penuh Paulus kepada Tuannya, Tuhan Yesus Kristus. Paulus menjadi hamba yang bertanggung- jawab, yang melaksanakan segala tugas yang dipercayakan Yesus Kristus kepadanya. Paulus tidak mengeluh. Paulus tidak memberontak. Paulus tidak berteriak-teriak. Paulus tidak mempertanyakan tugas yang Kristus Yesus berikan walaupun itu tidak enak bagi dagingnya. Tidak ada kata “Tapi…” dalam kamus Paulus. Semua dikerjakan dengan ketaatan, kerelaan hati dan sukacita yang melimpah (1Tes. 5:16).

Paulus mengerti apa yang menjadi kewajiban dan tanggungjawabnya sebagai seorang hamba dari Kristus Yesus. Segala macam rintangan yang menghadang di dalam pelayanannya, seperti digigit ular, diombang-ambing gelombang lautan, dipenjara berulangkali, disesah, kekurangan biaya, semua itu tidak dapat mematahkan semangat Paulus dalam menjalankan tugas pelayanannya kepada Yesus Kristus. Paulus adalah saksi Yesus Kristus yang menjadi teladan baik pada kehidupan di masa lalu, di masa ini dan di masa yang akan datang.

Sikap ketaklukan dan ketaatan penuh sejajar dengan sikap merendahkan hati dan merendahkan diri serendah-rendahnya di hadapan Kristus Yesus. Tepat apa yang disampaikan dalam Matius 23:12, “Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” Paulus merendahkan hati dan merendahkan dirinya di hadapan Yesus Kristus dan Yesus Kristus meninggikan Paulus menjadi salah satu Rasul terbesar dalam sejarah Kekristenan.

Paulus tetap menyadari dirinya adalah hamba atau budak yang harus memiliki ketaklukan dan ketaatan penuh kepada Yesus Kristus. Tanpa ketaklukan dan ketaatan penuh maka tidak ada penyangkalan diri. Yang ada hanyalah ego, yang ada hanyalah keakuan. Paulus dengan kekuatan yang berasal dari Roh Kudus berhasil menggantikan egosentris (berpusat pada diri sendiri) menjadi Kristosentris (berpusat pada Yesus Kristus). Sikap seperti itulah yang harus menjadi teladan bagi setiap orang Kristen, khususnya bagi para pelayan-pelayan di gereja.

Di dalam implementasi kehidupan pelayanan, ketaklukan dan ketaatan penuh jangan dimaknai sebagai sikap pasrah apa adanya. Tetapi ketaklukan dan ketaatan penuh harus dimaknai sebagai sikap menjalani kehidupan pelayanan yang siap dan rela mengorbankan diri bagi Kristus Yesus dan bagi komunitas (Rm. 12:1; Flp. 2:17, 30). Seorang hamba harus siap bekerja keras bahkan sampai titik darah terakhir demi melaksanakan apa yang sudah dipercayakan kepadanya. Seorang hamba harus memberikan potensi terbaik dari dalam dirinya bukan sekedar alakadarnya apalagi asal-asalan.

Mengapa harus memberikan potensi terbaik dari dalam dirinya? Karena yang dilayani adalah Yesus Kristus, Tuhan di atas segala tuhan, Allah pencipta semesta Alam. Dia layak untuk menerima yang terbaik dari seluruh manusia khususnya dari orang-orang percaya yang menjadi milik kepunyaan-Nya.

Jika seorang raja Babel, Nebukadnezar, menerapkan kriteria yang ketat dengan kualifikasi yang luar biasa untuk dapat menjadi pelayannya (Dan. 1:3-5), masakan kita sebagai orang Kristen yang diberi kesempatan melayani Allah pencipta semesta alam masih saja melayani Dia dengan sikap yang biasa-biasa saja, asal-asalan, suka-sukanya dan tanpa rasa tanggungjawab!

Masih banyak di antara kita yang berpikiran bahwa pelayanan itu sukarela (berdasarkan kehendak hati). Ini mengindikasikan banyak pelayan-pelayan di Gereja yang ‘amnesia’ dengan status mereka sebagai hamba. Seorang hamba tidak bisa berkata dan bertindak sesukahatinya. Seorang hamba harus ‘memandang’ kepada Tuannya. Pelayan-pelayan di Gereja harus ingat bahwa Tuhan pencipta semesta alam-lah telah memilih mereka. Dalam konteks ini, sesungguhnya Allah-lah yang memberikan kesempatan kepada kita untuk melayani-Nya.

Sudah seharusnya menjadi suatu kebanggaan dan kehormatan bagi setiap orang percaya karena diberi kesempatan untuk menjadi pelayan-pelayan yang melayani Penguasa alam semesta. Oleh karena itu, hendaknya setiap orang percaya mengubah paradigma tentang pelayanan, sehingga kita tidak lagi melayani Tuhan dengan biasa-biasa saja, tetapi melayani Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap kekuatan, dan dengan segenap akal budi. Hanya dengan sikap hati yang demikian, maka seorang hamba siap untuk tidak dipandang dan tidak dipuji, seorang hamba siap untuk dihina dan disepelekan, seorang hamba siap untuk dianiaya dan diintimidasi, seorang hamba siap untuk tidak bersungut-sungut. Intinya seorang hamba Yesus Kristus wajib untuk memberikan yang terbaik, bahkan sampai titik darah penghabisan dalam pelayanan kepada Allah di dalam Yesus Kristus. Walau mungkin banyak hal pahit dan menyedihkan yang akan dialami, akan tetapi kita tetap menjalankan tugas yang sudah Tuhan percayakan kepada kita dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggungjawab. Memang tidak mudah, namun biarlah pandangan kita sebagai pelayan-pelayan hanya tertuju kepada Tuhan Yesus Kristus. Biarlah segala pujian dan kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus Kristus.