By: Hikman Sirait, M.Th.

Seorang ayah berkata kepada anaknya, “Anakku, merokok itu merusak kesehatan dan tidak menghargai Tuhan karena orang merokok itu membakar rejeki yang diberikan Tuhan kepada-Nya.” Namun tidak lama berlalu si anak melihat ayahnya merokok di belakang rumah mereka.

Seorang yang mengaku hamba Tuhan berbicara kepada jemaat tentang kedisiplinan dalam ibadah. Namun yang terjadi orang yang mengaku hamba Tuhan tersebut justru seringkali molor bak karet kendor dari waktu yang ditentukan dalam pertemuan-pertemuan yang telah disepakati.

Seorang ibu berkata kepada putrinya, “Putriku, bergosip itu tidak bagus dan mendorong terjadinya dosa.” Namun pada kesempatan tertentu si putri melihat ibunya asyik bergosip dengan ibu-ibu di lingkungan mereka.

Seorang mahasiswa berbicara tentang pentingnya belajar giat. Namun yang terjadi mahasiswa tersebut justru sibuk berchating ria bahkan saat berada di dalam perkuliahan.

Seringkali seseorang berbicara bak malaikat, berbicara layaknya orang kudus, berbicara seperti orang yang sudah ahli. Orang tersebut pintar berbicara. Bibir dan lidahnya manis seperti madu. Akan tetapi realitanya orang tersebut tidak melakukan apa yang dikatakannya.

Integritas itu secara sederhana adalah apa yang dikatakan, maka itu yang dilakukan. Jika seseorang mengatakan kepada orang lain jangan berbohong, maka orang tersebut harus memberi teladan dengan tidak berbohong seumur hidupnya. Jika seseorang mengatakan kepada orang lain agar berkata jujur, maka orang tersebut harus memberi teladan dengan berkata jujur seumur hidupnya.

Secara sederhana, itulah integritas. Bicara A, yang dilakukan harus A, bukan B atau C atau malah Z. Perkataan dan perbuatan harus selaras agar nantinya seseorang tidak ditemukan kecurangan di dalam dirinya dan dinyatakan tidak bersalah pada masa akhir. “Let me be weighed in an even balance, that God may know mine integrity” (KJV; Job 31:6).