By: Hikman Sirait, M.Th.

Bapak tua dengan sendal jepitnya berjalan menenteng beberapa karpet plastik lantai dipunggungnya di siang hari. Keringat bercucuran di wajahnya yang renta itu. Rasa lelah yang teramat sangat memaksa si Bapak tua untuk duduk selonjor di trotoar dan dia menatap ke kiri dan ke kanan dengan penuh pengharapan agar ada orang yang membeli karpet plastik lantai yang dibawanya. Akan tetapi harapan tersebut sepertinya tidak terkabul.

Benar, si Bapak tua adalah penjual karpet plastik lantai. Dia berkeliling dari satu tempat ke tempat lain menawarkan karpet kepada orang-orang-orang. Namun hari itu belum peruntungannya. Tidak ada satupun karpet yang berhasil terjual. Si Bapak tua pulang ke rumah dengan tangan hampa.

Pekerjaan yang dilakoni oleh si Bapak tua penjual karpet itu cukup berat karena dia harus berjalan kaki berkilo-kilo untuk menawarkan karpet tersebut kepada orang-orang. Terik matahari sudah menjadi makanan sehari-hari. Kadangkala perut hanya diisi dengan air putih tanpa makanan karena belum ada penghasilan yang diperoleh.

Hidup si Bapak tua penuh dengan perjuangan. Seringkali pulang tidak membawa penghasilan apapun. Namun setiap hari si Bapak tua tidak menyerah. Dia selalu kembali lagi berjalan berkilo-kilo untuk menawarkan dagangannya.

Banyak hidup orang Kristen yang lebih beruntung dan lebih baik dibandingkan si Bapak tua penjual karpet keliling itu. Namun dari banyak hidup orang Kristen itu selalu ada saja orang-orang yang tidak dapat melihat bahwa hidup mereka lebih beruntung dan lebih baik dari orang lain. Selalu saja merasa hidupnya berkekurangan. Selalu saja menganggap orang lain lebih beruntung dan lebih baik dari dirinya. Tidak ada ucapan syukur atas rahmat Allah kepada dirinya.

Firman Tuhan yang disampaikan Rasul Paulus berkata, “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu” (1Tes. 5:18).

Apapun keadaan saat ini, Firman Tuhan mengajarkan kita untuk selalu bersyukur. BERSYUKUR-lah selalu.