By: Hikman Sirait, M.Th.
Matius 9:14-17 merupakan perikop yang cukup menarik karena di dalamnya terdapat tiga perumpamaan, pertama perumpamaan tentang sahabat-sahabat mempelai dan mempelai, kedua perumpamaan tentang menambal kain muda pada kain tua yang sobek, dan ketiga anggur baru yang diisikan ke kantong kulit yang tua. Ketiga perumpamaan itu merupakan jawaban yang diberikan Yesus Kristus kepada murid-murid Yohanes Pembaptis yang mempertanyakan tentang murid-murid Yesus yang tidak berpuasa.
Berangkat dari pembacaan teks dapat disimpulkan bahwa konteks Matius 9:14-17 adalah “Jawaban Yesus Tentang Murid-Murid yang Tidak Berpuasa.”
Berpuasa merupakan ritual umum yang dilakukan orang Israel di zaman Perjanjian Lama di mana hukum Taurat menentukan bahwa orang Israel di Hari Raya Perdamaian wajib melakukan puasa (Im. 16:29; 23:27-32).
Berpuasa dalam trandisi orang Israel umumnya sebagai bentuk kerendahan hati ketika datang beribadah kepada TUHAN semesta alam. Bahkan berpuasa dalam konsep Perjanjian Lama memiliki beberapa makna, seperti membuka diri untuk menjadi alat dalam pekerjaan Allah, ekspresi dukacita atas dosa-dosa yang dilakukan dan gambaran kebergantungan kepada Allah.[1] Orang Yahudi di zaman Perjanjian Baru tidak hanya menerapkan puasa satu kali dalam satu tahun melainkan berpuasa tiap hari Senin dan Kamis bahkan puasa bisa ditambahkan di waktu-waktu khusus.[2]
Menarik untuk menyimak perkataan dari murid-murid Yohanes Pembaptis pada ayat 14, “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?”.
Menurut teks bahasa Yunani ada penggunaan kata πολλα (polla) dari kata polus yang berarti “sering”. Kata polla mengindikasikan bahwa murid-murid Yohanes Pembaptis dan orang Farisi secara teratur dan rutin melakukan puasa. Jika berpedoman kepada kebiasaan di zaman Perjanjian Baru seperti yang telah diuraikan di atas bahwa puasa tidak hanya dilakukan di Hari Raya Perdamaian tapi juga dilakukan secara rutin pada hari Senin dan Kamis serta waktu-waktu khusus, maka puasa merupakan hal umum yang dilakukan masyarakat Yahudi pada masa Perjanjian Baru. Oleh karena itu ketika murid-murid Yohanes Pembaptis dan orang Farisi melihat murid-murid Yesus tidak berpuasa seperti yang mereka lakukan, maka hal itu menjadi pemandangan yang aneh dan patut dipertanyakan.
Pertanyaan yang diajukan oleh murid-murid Yohanes Pembaptis dijawab oleh Yesus Kristus dengan pertanyaan retoris atau pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban karena jawabannya sudah pasti diketahui. Jawaban Yesus kepada murid-murid Yohanes Pembaptis adalah “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka?” (ayat 15).
Kata bahasa Yunani yang digunakan untuk “berdukacita” adalah πενθειν (penthein) dari kata pantheo yang berarti “berkabung” atau “meratap”. Ketika berbicara tentang mempelai, maka yang menjadi perhatian adalah suasana pesta kawin di mana suasana pesta kawin adalah makan dan minum yang menggambarkan sukacita dan kebahagiaan. Pesta kawin di masa Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dapat berlangsung dalam beberapa hari dan selama pesta itu yang tampak adalah suasana sukacita dan kebahagiaan mempelai dan sahabat-sahabat mempelai. Berarti pertanyaan retoris yang disampaikan oleh Yesus Kristus sudah dapat dipastikan bahwa jawabannya tidak mungkin sahabat-sahabat mempelai laki-laki bersedih atau berdukacita di tengah perjamuan kawin mempelai laki-laki, yang terjadi adalah sahabat-sahabat akan masuk dalam suasana sukacita dan kebahagiaan mempelai laki-laki.
Mempelai laki-laki yang dimaksud oleh Yesus Kristus dalam perumpamaan tersebut adalah Yesus Kristus sendiri. Selama Yesus Kristus masih ada bersama dengan murid-murid, maka murid-murid dapat menikmati semua hal tentang Kerajaan Surga yang tengah diberitakan oleh Yesus Kristus. Akan tetapi Yesus Kristus menegaskan bahwa akan tiba waktunya bahwa mempelai laki-laki akan diambil dari mereka oleh orang-orang yang tidak percaya dan menolak tentang Kerajaan Surga tersebut. Ketika Yesus Kristus diambil dari tengah murid-murid oleh orang-orang yang tidak percaya dan orang-orang yang menolak, maka murid-murid melanjutkan pemberitaan tentang Kerajaan Surga dan pemberitaan Kerajaan Surga itu dibayang-bayangi oleh intimidasi, ancaman, aniaya, bahkan kematian.
Perumpamaan pertama berbicara tentang mempelai laki-laki yang berbicara tentang Yesus Kristus yang membawa Kabar Baik, Yesus Kristus yang membawa berita tentang Kerajaan Allah. Selanjutnya Yesus Kristus juga menjawab dengan menggunakan perumpamaan kedua dan ketiga, yang merupakan perumpamaan yang berbeda tetapi dengan makna yang sama (ayat 16 dan 17).
Perumpamaan pertama tentang menambal kain yang belum susut kepada kain tua yang sobek dan menaruh anggur baru ke dalam kantong anggur yang tua. Perumpamaan kedua dan ketiga ini merupakan perumpamaan yang umum diketahui oleh masyarakat pada zaman itu, sehingga ketika Yesus Kristus berbicara tentang kedua perumpamaan itu, maka para pendengar sudah dapat memahami maksud dari perumpamaan tersebut.
Perumpamaan tentang secarik kain yang belum susut atau kain muda yang ditambalkan pada baju yang tua yang sobek tentu tidak akan dilakukan oleh masyarakat terutama masyarakat miskin yang umumnya hanya memiliki pakaian yang sudah tua dan lusuh. Secarik kain yang belum susut pada waktunya akan mengalami penyusutan terutama setelah mengalami proses pencucian dan penjemuran. Ketika secarik kain yang belum susut ditambalkan ke baju yang tua dengan cara dijahit, maka secarik kain yang belum susut itu pada saat mengalami proses penyusutan akan menarik jahitan dan baju yang tua, baju yang sudah mulai rapuh itu tidak mampu menahan tekanan tarikan dari secarik kain muda yang menyusut tersebut, sehingga baju yang tua itu akan kembali sobek bahkan sobeknya bisa semakin melebar.
Begitu halnya dengan kantong anggur yang tua tidak akan mampu menampung anggur yang masih muda. Kantong anggur di dunia Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru terbuat dari kantong kulit binatang. Kantong anggur yang tua menunjukkan bahwa kantong anggur tersebut telah kehilangan elastisitasnya (kelenturannya) dan menjadi kaku. Kantong anggur oleh orang dunia kuno digunakan juga sebagai wadah untuk melakukan proses fermentasi di mana ragi akan mengkonsumsi kandungan gula dan mengubahnya menjadi etanol dan karbon dioksida.
Etanol dikenal dengan alkohol yang merupakan cairan yang mudah menguap dan mudah terbakar sementara karbon dioksida merupakan zat yang tidak mudah terbakar dan mengandung unsur asam. Gabungan etanol dan karbon dioksida yang terdapat dalam anggur akan menimbulkan tekanan yang kuat dan besar sehingga dibutuhkan kantong kulit yang elastis untuk meredam tekanan yang dihasilkan etanol dan karbon dioksida. Inti dari perumpamaan anggur yang baru tidak mungkin diisikan ke kantong kulit yang tua karena anggur muda itu akan memberikan tekanan yang besar dan dapat mengoyak kantong kulit yang tua.
Yesus Kristus di dalam setiap pelayanannya selalu menyampaikan berita Kabar Baik atau berita tentang Kerajaan Surga. Yesus Kristus tidak menolak atau tidak menghapus Taurat melainkan Yesus Kristus menyampaikan wawasan yang baru tentang Taurat dan konsep Kerajaan Surga yang tentu saja wawasan baru tersebut tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam pemikiran orang Yahudi dan murid-murid Yohanes.
Yesus Kristus merangkul orang-orang yang terbuang dengan cara makan dan minum bersama pemungut cukai dan orang berdosa (Mat. 9:9-13) sementara orang Yahudi tidak bersedia bergaul apalagi makan dan minum dengan pemungut cukai dan orang berdosa. Yesus Kristus menunjukkan kuasa-Nya dengan mengendalikan alam dan menyembuhkan orang-orang yang sakit (Mat. 8:1-17; 8:23-27; 8:28-34; 9:1-8; 9:18-34) sementara orang Yahudi bahkan muridnya meragukan kuasa yang ada pada Yesus Kristus. Yesus Kristus menyatakan bahwa orang harus siap untuk meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti Dia (Mat. 8:18-22) sementara orang Yahudi yang ingin mengikuti Yesus Kristus masih memikirkan dan terikat dengan banyak hal di dalam hidup mereka.
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Yesus Kristus yang memberitakan tentang Kerajaan Surga menyampaikan sistem baru yang berasal dari Kerajaan Surga. Akan tetapi orang Yahudi menolak sistem baru tersebut serta tetap mengenakan dan mempertahankan sistem lama yang telah diwariskan secara turun-temurun. Ajaran tentang Kerajaan Surga yang disampaikan oleh Yesus Kristus tidak mungkin dapat diterima oleh orang-orang yang mempertahankan sistem dunia.
Apabila dikaitkan dengan konteks murid-murid Yohanes yang menanyakan mengapa murid-murid Yesus Kristus tidak berpuasa, maka jawaban Yesus Kristus atas pertanyaan tersebut adalah mengajarkan agar murid-murid Yohanes dan orang Farisi melakukan puasa tidak didasarkan pada tradisi-tradisi nenek moyang atau kebiasaan yang sudah umum dan rutin. Benar puasa dapat dilakukan dengan mengikuti hukum Taurat akan tetapi yang paling penting dari puasa itu adalah kerendahan hati, melakukan kebenaran dan keadilan serta kebergantungan seseorang kepada Allah. Puasa seharusnya bukan sekedar menahan lapar dan haus melainkan membawa orang yang berpuasa untuk menyadari bahwa dirinya membutuhkan Allah. Puasa seharusnya bukan sekedar keinginan untuk mengendalikan berat badan melainkan membawa seseorang semakin mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Puasa merupakan pintu masuk bagi seseorang untuk semakin peka terhadap kehendak Allah dan semakin peka dengan situasi orang-orang di sekitarnya. Puasa seharusnya menjadikan orang yang berpuasa itu lebih manusiawi, menjadi manusia yang yang sesungguhnya, menjadi manusia yang berakal dan berbudi. Puasa seyogyanya membawa manusia itu kembali pada gambaran semula, yakni gambaran yang serupa dengan Allah.
[1] Leland Ryken, James C WIlhoit, and Tremper Longman III, Kamus Gambaran Alkitab (Surabaya: Momentum, 2011), 873.
[2] Leon Morris, Injil Matius (Surabaya: Momentum, 2016), 232.