Sehabis melayani di sebuah gereja dan berbincang dengan beberapa pelayan di rumah Tuhan, sang pengajar pulang menyusuri jalan raya yang sudah sepi dan gelap dari gereja menuju rumahnya. Entah mengapa malam itu sang pengajar mengendarai sepeda motornya lebih lambat dari waktu-waktu sebelumnya. Sekitar tujuh ratus meter menuju kediaman-nya―wilayah Joglo, Jakarta Barat―sang Pengajar melihat seorang gadis muda penjual tahu dan melewatinya karena malam sudah mendekati pukul dua puluh tiga. Setelah melewati sekitar lima puluh sampai tujuh puluh meter dari gadis muda penjual tahu itu, pikiran dan hati-nya terganggu seakan-akan ada dorongan yang sangat kuat agar sang pengajar balik arah. Akhirnya sangat Pengajar mengikuti dorongan tersebut dengan berbalik arah untuk kembali ke arah si gadis muda penjual tahu.
Sang pengajar memulai percakapan dengan pertanyaan sederhana, “Jualan apa dik”. Gadis muda itu menjawab, “jual tahu kuning dan baso kecil, bisa digoreng! Sang pengajar kembali bertanya, “berapa harga satuannya”. “dua ribu satu”, jawab si gadis muda. Sambil menunggu yang tengah digoreng oleh si gadis muda itu terjadilah percakapan cukup panjang antara sang pengajar dan si gadis muda penjual tahu. Selidik punya selidik, sang gadis muda penjual tahu cuma lulusan SMP tahun 2021 dan tidak lagi melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi karena orang tuanya di Maja, Tangerang, hanya buruh tani, jadi tidak mampu menyekolahkan-nya di SMA Swasta padahal dia sangat ingin melanjutkan sekolah.
Namun sang gadis muda penjual tahu itu masih memiliki tekad yang kuat untuk melanjutkan sekolah. Katanya, “Saya mau kumpulin duit dulu buat sekolah.” Gadis muda tamatan SMP berusia lima belas tahun itu mengaku kalau lagi bagus dia bisa mendapatkan seratus ribu rupiah namun rata-rata yang diperoleh tiga puluh ribu sampai lima puluh ribu dengan berdagang dari magrib sampai pukul dua belas malam setiap hari. Sebagai puteri yang berbakti kepada orang tua, tentu saja sang gadis muda penjual tahu itu mengirimkan sebagian yang diperoleh kepada orang tua dan sebagian lagi untuk kebutuhan hidup dan mungkin juga harus menyisihkan lagi untuk diberikan ke pamannya di mana dia menumpang saat ini.
Sang pengajar terusik, dia memang lelah bekerja setiap hari tapi jarang sekali bekerja di kantor yang ber-ac sampai pukul dua puluh tiga apalagi sampai pukul dua puluh empat. Sang pengajar memang lelah tapi hasil yang diterima masih lebih baik dari yang diperoleh gadis muda penjual tahu itu. Sang pengajar memang lelah tapi dia bekerja di kantor dengan fasilitas ac sementara sang gadis belia penjual tahu berjualan di pinggir jalan dengan debu dan kelembaban udara malam yang tinggi. Sang pengajar memang lelah bekerja tapi dia bekerja di kantor sehingga tidak perlu takut akan gangguan keamanan sementara sang gadis muda penjual tahu itu berisiko mengalami gangguan keamanan bahkan bisa saja mengalami pelecehan.
Banyak orang yang sejujurnya hidupnya lebih baik dari orang lain bahkan jauh lebih baik dari gadis muda penjual tahu tersebut namun mereka tidak dapat melihat bahwa hidup mereka memang lebih baik dari orang lain bahkan sering menganggap hidupnya tidak beruntung.
Sang pengajar tahu artinya mengucap syukur, namun malam itu Tuhan melalui gadis muda penjual tahu itu mengajarkan kembali sang pengajar untuk bersyukur dan lebih banyak lagi bersyukur karena mungkin ucapan syukur-nya kepada Tuhan belakangan ini mulai terasa hambar, ucapan syukur-nya mungkin sudah terasa seperti basa-basi.
Sang pengajar juga melihat tekad dan kerinduan yang mendalam dari gadis muda penjual tahu itu itu untuk melanjutkan studi tetapi situasi ekonomi keluarga dan dirinya tidak dapat diajak berkompromi. Sementara di luaran sana banyak sekali orang yang mendapatkan berbagai kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik dan mendapat berbagai kemudahan dari Tuhan akan tetapi mereka tidak merasa itu biasa-biasa saja. Akhirnya masa belajar dilalui dengan tidak sungguh-sungguh. Belajar tidak sungguh-sungguh. Mengerjakan tugas tidak sungguh-sungguh. Membaca tidak sungguh-sungguh. Mendengarkan sang pengajar tidak sungguh-sungguh. Mencatat tidak sungguh-sungguh. Minim bahkan tidak ada inisiatif dan kreativitas dalam masa belajar.
Entah mengapa orang-orang model seperti ini Tuhan berikan kesempatan dan berbagai kemudahan dan entah mengapa pula orang-orang yang punya niat sekolah seperti si gadis muda penjual tahu itu namun belum mendapat kesempatan dan kemudahan sampai saat ini. Hanya Tuhan yang punya jawaban pasti.
By: wh